Semua manusia, tanpa terkecuali, pasti akan mati. Bila demikian, lalu apa sebenarnya yang akan dituju oleh manusia di alam dunia ini. Apakah manusia hidup semata-mata hanya untuk bekerja, berumah tangga, bersenang-senang dengan harta yang dimilikinya, ataupun berkeluh kesah dalam kemiskinan, kemudian ia lalu mati tidak berdaya?Apakah setelah mati itu ia akan hilang menguap seperti halnya api obor yang padam? Atau, apakah manusia yang dilahirkan dalam “ketiadaan” itu akan mati dalam “ketiadaan” pula ? Bila ya, apakah berarti hidup manusia di dunia ini sia-sia belaka? Tentu tidaklah demikian. Allah telah berfirman, bahwa manusia akan terus ada dan tidak akan pernah menghilang atau menguap. Manusia akan menjalani kehidupan abadi di akhirat.
Dengan demikian, jelaslah bahwa sesungguhnya yang dituju oleh semua manusia adalah akhirat ! Cepat atau lambat, suka atau tidak suka, semua manusia pasti akan menuju kesana.
Apakah kalian mengira bahwa kami
Menciptakan kalian sia-sia, dan bahwa
Sesungguhnya kalian tidak akan di-
Kembalikan kepada Kami ?
Al-Mu’minun (23):115
Apakah manusia mengira,
Bahwa ia akan dibiarkan begitu saja
(tanpa pertanggung jawaban) ?
Al-Qiyamah(75):36
Sesungguhnya hari kiamat akan
Datang (dan) Aku merahasiakan (waktunya)
Agar tiap-tiap diri dibalas dengan apa
Yang diusahakannya.
Thaahaa (20):15
Allah berencana membuat surga dan neraka, yang akan ditempati antara lain oleh manusia. Untuk menentukan siapa yang akan menjadi penghuni surga dan siapa yang menempati neraka, maka Allah membuat ‘Aturan Main’ yang harus di taati, yaitu sebagimana yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadits. Manusia yang patuh melaksanakan ‘Aturan Main’ ini, dijanjikan-Nya menjadi penghuni surga. Sebaliknya, manusia yang selalu melanggar ‘Aturan Main’ ini akan di campakan-Nya kedalam neraka. Dengan demikian, hidup manusia di dunia sebenarnya adalah “babak prakualifikasi” untuk menentukan tempat tinggalnya nanti di akherat. Dan disana, karena kita semua telah diberi-Nya kesempatan dan peluang yang sama pada waktu hidup didunia, di manapun kita ditempatkan-Nya, tidak bisa ditawar-tawar lagi. Masing-masing orang akan menghisab dirinya sendiri, dengan membaca kitab amal perbuatannya selagi hidup di dunia, yang akan digantungkan di lehernya masing-masing [ Al-Israa’ (17):13-14 ]
Keterangan singkat yang diuraikan diatas, sekilas tampaknya sederhana, namun bila Fali renungkan baik-baik, makna yang tersirat sangatlah dalam. Pahamilah hal ini dengan baik, karena inilah fundamen yang paling mendasar untuk dapat menemukan / mengerti kebenaran hidup yang hakiki.
Untuk mematuhi ‘Aturan Main’ yang ditentukan-Nya, maka fali harus selalu ingat Allah. Allah tak akan pernah berhenti menguji keuletan manusia dalam mematuhi aturan main yang ditentukan-Nya. Oleh karena itu fali harus mengetahui dimana letaknya ujian itum dab bagaimana caranya agar dapat lulus dari ujian Allah itu.
Bertafakurlah Sebagai jalan masuknya hikmah
Adalah akan jauh lebih baik, bila fali menemukan kebenaran dari hasil perenungan sendiri daripada menerima suatu kebenaran dari orang lain ( pepatah barat mengatakan : “ I hear I forget, I see I Know, I do I Understand” )
Menerima kebenaran dan menemukan kebenaran adalah sesuatu yang berbeda. Menerima kebenaran cukuplah dengan bertaqlid atau ‘Mengikut’ , sedangkan menemukan kebenaran hanya akan di peroleh melalui perenungan demu perenungan yang mendalam.
Sudah menjadi sunatulah bahwa kebenaran yang ditemukan sendiri, ibarat mata air yang tidak pernah kering; sedangkan kebenaran yang kita terima dari manusia, ibarat hujan di musim kemarau. Tentu saja yang dimaksud kebenaran disini bukanlah kebenaran dalam konteks seperti dua tambah dua sama dengan empat, tetapi maksudnya adalah kebenaran yang sifatnya memberikan “pencerahan” bagi jiwa; misalnya saja “perbuatan maksiat itu artinya sama dengan menanda tangani kontrak untuk tinggal di neraka. “
Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a berkata :
“Janganlah kamu mengenal dan mengikuti
Kebenaran karena tokohnya; tetapi kenalilah ke-
Benaran itu sendiri, niscaya kamu akan
Mengetahui siapa tokohnya!”
Allah menganugerahkan al-hikmah (kepahaman yang dalam tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi al-hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.
Al- Baqarah (2) : 269
Seperti halnya rezeki, maka hikmah ini pun hanya dapat diberikan Allah kepada orang-orang yang berusaha untuk mendapatkannya; yaitu yang mau menggunakan kemampuan akal dan rasa yang dimilikinya untuk bertafakur. Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, “Tiada ilmu yang lebih baik daripada hasil tafakur.” Dan di dalam Al-Qur’an pun, ditemukan tidak kurang dari 130 kali perintah Allah untuk berfikir (antara lain pada surat Shaad:29, Adz-Dzariyaat 20-21, Yunus:24) ; serta kehinaan akan menimpa orang yang tidak mau bertafakur(Al furqan:44, Al-A’raaf:179, Al-Mulk:10).
Apa yang harus di tafakuri ?
Sesungguhnya buah dari tafakur adalah keyakinan-keyakinan ilahiyyah yang akan memudahkan kita dalam pengendalian diri agar dapat selalu taat pada keinginan Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu banyak obyek yang dapat di tafakuri, antara lain :
Bertafakur mengenai tanda-tanda yang menunjukan kekuasaan Allah; akan lahir darinya rasa tawadhu (rendah hati) dan rasa taqzim akan keagungan Allah.
Bertafakur mengenai kenikmatan – kenikmatan yang telah Allah berikan; akan lahir darinya rasa cinta dan syukur kepada Allah.
Bertafakur tentang janji Allah; akan lahir darinya rasa cinta kepada Akhirat.
Bertafakur tentang ancaman Allah; akan lahir darinya rasa takut kepada Allah.
Bertafakur tentang sejauh mana ketaatan kita kepada Allah sementara ia selalu mencurahkan karunianya kepada kita; akan lahir darinya kegairahan dalam beribadah.
Contoh Tafakur :
Bila direnungkan, sedetik dari hidup ini pun sudah mukzizat. Bagaimana kita bisa bernafas, punya jantung yang berdetak, mata berkedip, telinga yang dapat mendengar, lidah yang dapat merasakan kenikmatan makanan, dan seterusnya. Semuanya sungguh menakjubkan !
Ketika gigi tanggal satu, kita menjadi susah makan. Ya Allah, gigi satu hilang begitu susahnya. Sekian tahun Engkau berikan gigi itu, baru sekarang disadari artinya ketika dia copot. Satu gigi menjadi begitu bernilainya, lalu bagaimana dengan tangan, hidung, mata, telinga dan otak ?
Dengan bertafakur seperti ini, akan timbul rasa malu. Betapa Allah telah memberikan karunia yang sangat banyak, tetapi kita tidak mengabdi kepada-Nya dengan bersungguh-sungguh.
Mengerti atau mengenal “kebenaran” saja tidaklah cukup. Karena Al-Qur’an mengatakan, bahwa orang yang terhindar dari “kerugian” adalah mereka yang memenuhi 4 kriteria; pertama, yang mengenal kebenaran; kedua, yang mengamalkan kebenaran; ketiga, yang saling nasihat menasihati mengenai kebenaran; dan keempat, yang sabar dan tabah dalam mengamalkan serta mengajarkan kebenaran.
Al-Qur’an tanpa akal lumpuh, Akal tanpa bimbingan Al-Qur’an tertipu !
Akal tanpa Qolbu, menjadikan manusia seperti robot;
Pikir tanpa Zikir, menjadikan manusia seperti setan
Bertafakurlah dengan Pikir dan Zikir sehingga akan menimbulkan keyakinan/hikmah yang akan mengakibatkan kita menjadi orang yang TAAT, dan dengan TAAT hidup Bahagia , Akherat Surga.
Contoh tafakur mengenai MUSIBAH :
Bila kita pikir dengan akal :
Musibah tidak diragukan lagi adalah sesuatu yang buruk
Tidak ada seorangpun yang mau menerima musibah
Musibah identik dengan apes atau sial
Musibah merupakan hasil perbuatan jahat orang lain pada diri kita
Musibah terjadi semata-mata karena kecerobohan kita saja.
Dari proses pikir yang demikian, akan menghasilkan output antara lain:
Wajar orang mengalami Stress ketika tertimpa musibah
Orang yang ditimpa musibah adalah orang yang malang, yaitu orang yang sedang apes atau sial.
Berbuatlah dengan perhitungan yang matang supaya tidak tertimpa musibah.
Hasil ini akan berbeda bila disertai dengan zikir (menghadirkan ‘nuansa ilahiyyah’ dalam kalbu kita):
Allah Selamanya Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Allah tidak Zalim, Ia Maha Adil
Allah Maha Pandai, Maha Pengatur lagi Maha Suci
Allah mendengar doa manusia
Interaksi ( perpaduan ) antara pikir dan Zikir akan menghasilkan keyakinan-keyakinan sebagai berikut :
Tidak wajar bila kita Stress pada waktu mengalami musibah, bukankah hal ini merupakan realisasi dari permintaan kita “ihdinashshiraathal mustaqiim” ?
Bila Allah memberikan musibah, sebenarnya yang ingin Dia sampaikan oada kita adalah hikmah = “banyak kenikmatan yang dilipat diantara taring-taring bencana.”Musibah adalah tanda cinta Allah pada kita, yaitu Dia memberikan peluang bagi kita untuk meningkatkan ketaqwaan, bukankah manusia yang paling hebat itu adalah yang paling taqwa ?
iTheme Techno Blogger by Black Quanta. Theme & Icons by N.Design Studio. Distributed by eBlog Templates